Lompat ke isi utama

Berita

JAGONGAN DAN ESENSI PENGAWASAN

JAGONGAN DAN ESENSI PENGAWASAN

Jagongan yang diambil dari suku kata Bahasa Jawa “njagong” yang maknanya duduk santai bersama kawan atau kerabat. Jagongan sendiri memiliki ragam nama yang berbeda  disetiap daerah, di daerah Jawa Timur dikenal dengan “cangkrukan” dan “Ngacapruk” adalah istilah lainnya di daerah Jawa Barat. Apapun nama dan sebutanya masyarakat Indonesia pada umumnya sering melakukan aktivitas sederhana ini, mulai dari sekedar mengobrol santai untuk melepas penat, konsultasi masalah pribadi hingga masalah politik dan Negara. Berbekal sajian gorengan, kopi kemasan dan tempat yang nyaman, diskusi gayeng masyarakat justru lebih mudah tercipta dibandingkan dengan diskusi dalam forum formal, bahkan tak jarang solusi suatu permasalahan justru muncul di forum ini. Potensi besar masyarakat inilah yang dimanfaatkan oleh Bawaslu Kabupaten Kebumen untuk merangkul dan melakukan pengkaderan Pengawas Partisipatif melalui cara yang sederhana serta menyenangkan namun tidak meninggalkan esensi pengawasan melalui Jagongan.

Pasar Perengkali salah satu destinasi wisata unggulan di Desa Grenggeng Karanganyar dengam kosep pasar tradisonal yang diselenggarakan di tengah-tengah rimbun bambu dan berada tepat di bibir sungai (pereng kali) Kemit. Sebuah tempat Jagongan nan asri dengan suasana yang menyenangkan untuk berdiskusi, sembari menikmati aneka jajanan tradisional khas kebumen. Pasar Perengkali diselenggarakan setiap Minggu legi setiap selapan hari. Di lokasi tersebut Bawaslu Kabupaten Kebumen melakukan rapat koordinasi dan mendeklarasikan Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar sebagai Desa Pengawasan pada Rabu, 22 Oktober 2021

Dengan menghadirkan perwakilan seluruh komponen masyarakat di Desa Grenggeng, para peserta diajak untuk diskusi secara a-perspektif atau pemahaman yang alami, yang muncul atas pengalaman para peserta menjadi konstituen Pemilu muapun Pilkada selama ini. Peserta diajak untuk mengemukakan pendapat atas pertanyaan-pertanyaan pemantik yang telah disiapkan. Disini tidak dinilai benar atau salah pendapat dari para peserta, namun pendapat dari peserta tersebut dapat menggambarkan kondisi yang terjadi di desa grenggeng.

Seperti halnya pendapat dari Tati, peserta perempuan dari unsur PKK yang dengan tanpa beban menguraikan beberapa hal terkait dengan Pemilu dan Pilkada, serta menanggapi adagium “dalane tak bangun nek milih aku” yang sejatinya merupakan praktek politik uang dalam varian lain. Antusiasme tampak dari raut wajahnya ketika argumenya mendapat dukungan ataupun sangkalan dari peserta lainya, perdebatan seru pun terjadi diselingi dengan kelakar hangat yang memancing tawa seluruh peserta. Peserta lain, Topik juga demikian, saling melempar pendapat ke forum tersebut hingga terjadi diskusi yang hangat namun tetap santai, khas jagongan.

Pendapat - pendapat masyarkat tersebut kemudian dikomparasikan dari sudut pandang peraturan hukum positif tentang pengawasan yang disampaikan oleh Badruzzaman, salah satu Komisioner Bawaslu Kebumen. “masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk memilih saja, namun juga memiliki hak untuk mengawasi juga” lanjut Kordiv Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga ini. Sementara itu Nasihudin,  Komisioner Bawaslu yang membidangi Humas dan data Informasi,  menyampaikan hasil-hasil pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Bawaslu Kabupaten Kebumen selama ini.

Bawaslu Kebumen menyadari bahwa bermitra dengan masyarakat di desa-desa merupakan langkah yang sangat strategis untuk pengawasan dan pencegahan pelanggaran Pemilu, karena masyarakatlah yang bersentuhan langsung dengan praktik-praktik pelanggaran Pemilu tersebut. Selain itu muncul kesimpulan bahwa Sosialisasi Pengawasan Partisipatif menggunakan metode jagongan bersama masyarakat akan lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai kepengawasan Pemilu, hingga mampu untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat yang berujung pada munculnya para keinginan untuk menjadi pengawas Partisipatif dan menciptakan demokrasi yang berkualitas. (Hms/Fjr)