Jarak Publik dan Elit Politik dalam Pilkada: Krisis Komunikasi dan Upaya Perbaikan
|
Jakarta-Krisis komunikasi antara publik dan elit politik menjadi sorotan dalam Pilkada, dengan munculnya jarak yang semakin lebar. Yohan Wahyu dari Litbang Kompas mengungkapkan bahwa partai politik sering kali tidak mencerminkan keinginan masyarakat dalam pencalonan kepala daerah. Survei Litbang Kompas menunjukkan banyak pasangan calon yang diusung partai tidak memenuhi harapan publik, menciptakan ketidakpuasan.
Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah, memberikan peluang lebih besar bagi partai-partai kecil untuk mengajukan calon. Putusan ini diharapkan memperluas pilihan bagi masyarakat, termasuk calon independen. Namun, di lapangan, partai politik tetap cenderung membentuk koalisi besar untuk mengusung pasangan calon, lebih memilih jalur aman dan kompromi kepentingan partai.
Ketidakpuasan publik muncul karena calon yang diusung tidak selalu mencerminkan kehendak mereka, terutama terkait integritas dan rekam jejak bersih dari korupsi. Dalam hal ini Yohan menyarankan untuk memperbaiki citra dan lebih proaktif dalam menyampaikan pesan positif serta mendukung calon yang bersih. Dalam paparan yang sama, Yohan juga mencatat Bawaslu, dengan peningkatan citra publik dari 73,6 menjadi 75,2, memainkan peran penting dalam menjaga transparansi Pilkada. Survey tersebut dipaparkan pada acara Rapat Koordinasi Nasional "Strategi Komunikasi Krisis Pada Pemilihan 2024" yang diselenggarakan oleh Bawaslu RI pada 24-26 September 2024 di Mercure Convention Ancol, Jakarta.
Penulis : Adhi
Foto : Humas