Lompat ke isi utama

Berita

Sejarah Pengawasan Pemilu Kabupaten Kebumen 2004-2024

Sejarah Pengawasan Pemilu Kabupaten Kebumen 2004-2024

KEBUMEN-Bawaslu Kabupaten Kebumen berdiri tanggal 15 Agustus Tahun 2018. Tanggal ini adalah tanggal pelantikan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota seluruh Indonesia di Jakarta, Tanggal tersebut secara resmi diumumkan oleh ketua Bawaslu RI sebagai tanggal berdirinya Bawaslu Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Waktu itu yang melantik adalah Abhan (ketua Bawaslu RI 2017-2022). 

Pengawasan pada periode ini adalah Pemilu Serentak 2019 yang pertama kali dengan 5 jenis yaitu Pilpres, Pemilihan anggota DPD dan Pemilihan anggota DPR RI, DPR Provinsi dan DPRD Kabupaten, dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kebumen 2020, waktu itu dengan satu pasangan calon (Arif Sugiyanto-Ristawati Purwaningsih) yang di usung oleh seluruh partai politik politik yang memiliki keterwakilan anggota di DPRD kabupaten Kebumen. 

Tentang pengawasan Satu Pasangan Calon, juga ditulis dalam buku  pada tahun 2021 oleh Badruzzaman anggota divisi Pengawasan, Humas dan Hubungan Antarlembaga. Saat ini divisi tersebut berubah menjadi divisi Pencegahan, Parmas dan Humas. Buku tersebut dapat di download (ebook) melalui link yang tersedia maupun melalui PPID Online.

Untuk Bawaslu Kabupaten Kebumen periode 2018-2023 adalah Arif Supriyanto (ketua) dan 4 anggota adalah Badruzzaman, Maesaroh, Maria Erni Peristiwanti dan Nasihudin. Untuk periode 2023-2028 dilantik oleh Rahmat Bagja (ketua Bawaslu RI periode 2022-2027) di Jakarta , yaitu Amin Yasir (ketua) dan 4 anggota Badruzzaman, Nurul Ichwan, Eka Rohmawati dan Nurul Ichwan. Di tahun 2025, Eka Rohmawati Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa menerbitkan 1 buku, dan Nurul Ichwan divisi SDMOD menerbitkan 2 buku. Ketiganya dapat di download (ebook) melalui informasi link di media sosial, website maupun PPID Online. 

Sedangkan ketua dan anggota lannya menulis buku kompilasi yang diterbitkan oleh Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Jadi, semua anggota menulis hasil pengawsan Pemilu/Pemilihan 2024 dalam bentuk buku. Semua buku dapat di download melalui website maupun e-library Bawaslu.

Sebelumnya, Bawaslu Kabupaten Kebumen, pada tahun 2022 menerbitkan buku berjudul ‘Liku Juang’ Sejarah Pengawasan tahun 2004-2020 memuat anggota-anggota Panwas/Bawaslu Kabupaten. Masyarakat dapat memiliki atau membaca buku (ebook) tersebut yang dapat didownload melalui informasi di media sosial resmi, website Bawaslu maupun PPID online. 

Sedangkan sejarah pengawasan secara nasional sebagaimana di muat dalam website resmi Bawaslu RI bahwa dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.

Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, dapat dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan. Kalaupun ada gesekan, itu terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia yang paling ideal.

Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif, protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan 'kualitas' Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).

Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

Kewenangan utama Pengawas Pemilu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pidana Pemilu dan kode etik. Regulasi perundangan Pemilu dan Pemilihan terus berubah atau di revisi hingga terakhir UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU Nomor 6 tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota (brz80)