Lompat ke isi utama

Berita

Semua Partai Politik Peserta Pemilu 2029 Berhak Mengusung Capres & Cawapres?

KEBUMEN-Pembicaraan atau diskusi tentang perubahan Undang-undang Pemilu pasca Pemilu 2024 terus berkembang di ruang publik. Bawaslu Kebumen cukup sering mendapatkan pertanyaan dari warga masyarakat yang berkunjung ke kantor Bawaslu Kebumen tentang putusan-putusan MK seperti perubahan aturan Presidential Treshold, dan terkini putusan MK 135 tentang Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal. Sebagai penyelenggara Pemilu di tingkat daerah dan pelaksana UU dan juga sebagai masyarakat hanya bisa menunggu revisi UU Pemilu yang juga memuat berbagai putusan MK tersebut, ujar Badruzzaman kepada tim humas.

Seperti di ketahui umum bahwa MK menghapus ketentuan tentang ambang atau presidential threshold batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden untuk pelaksanaan Pemilu mendatang (2029) melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 bahwa pengaturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. 

MK menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK mengungkapkan sejumlah pertimbangan terkait presidential threshold. Terinformasi dari berbagai sumber di internet, sudah lebih kurang 30 kali MK menyidangkan gugatan mengenai UU Pemilu terkait presidential threshold. Sebelumnya, hasil putusan Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas tersebut adalah kewenangan dari pembuat undang-undang. Putusan 62 tersebut semacam mengubah pendirian MK. Tapi putusannya mengikat yang harus masuk dalam pasal dalam UU Pemilu, tambah Eka Rohmawati anggota yang membidangi hukum Bawaslu Kabupaten Kebumen.

Diantara pertimbangan yang membuat MK mengabulkan judicial review yang terakhir ini termaktub dalam putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Seperti; bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat. Hakim Konstitusi Saldi Isra pada saat pembacaan putusan pada Januari lalu menyebut bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat. Hakim Saldi Isra menyebut bahwa putusan tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapa pun besaran atau angka persentasenya itu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945. 

Dengan begitu dapat dipahami bahwa untuk Pemilu mendatang semua partai politik peserta Pemilu berhak mengusung calon presiden dan wakil presiden, meskipun harus menunggu seperti apa pengaturan teknisnya di UU Pemilu yang baru. Beberapa pertimbangan lainnya juga termaktub dalam putusan MK tersebut (humas)